Selasa, 06 September 2011

Dodolitdodolitdodolibret vs Ayat-ayat Cinta

Selasa, 30 Agustus 2011. Sebagian umat Islam sudah merayakan Idul Fitri. Pemerntah dalam sidang Isbat belum memutuskan Lebaran   hari ini. Aku menggenapi puasa  30 hari. Masih i'tikaf pada sebuah masjid. Ba'da Ashar aku bersandar pada saka masjid, udara berhembus sepoi, segar. Mata tua Pak Yasin  membuka, tersenyum menatapku, binar.
. "Dah lama, Ndrong?"

  Aku mengangguk ringan. Beliau selalu memanggilku begitu, padahal  aku sudah memberitakan namaku. Tapi namaku mungkin terlalu keren, dan lebih asik  memanggil dari penampilanku.  Hehhe
. "Sudah dapat zakat, Pak?"
  "Kemarian. Hari ini dapet lagi, syukurlah..."
  "Insyaalah.."
   Kami tengah berbincang ringan, ketika seorang  remaja belia-sosoknya  mengingatkan pada Bisma SMASH-  datang dna menyalami.
   "Masih ingat saya, Pak?"
   Komputer di kepalaku mengingat. Aku memilih tersenyum-hal aman yang bisa kau lakukan ketika kau bertemu seseorang dan kau lupa siapa dia. Ia pernah bertemu denganku? Sepertinya...
  "Saya sembahyang dulu, Pak."
  "Silakan."
  Ia, pemuda berseragam Pramuka, bersarung dan berjaket berlalu. Pak Yasin-lelaki malang yang ditinggal minggat anak istrinya-sumringah padaku. "Anak orang kaya, Ndrong. Naik Avanza."
 Aku melihat beberapa mobil diparkir di halaman masjid. "Mengapa kalo dia  anak orang kaya, Pak?"
 "Siapa tahu mo beri zakat mal aku."
 "Ah." Aku  menyeringai. Membuka  buku noteku. Hari ini aku sempat menulis beberapa puisi tentang Lebaran. Bersyukurlah..
 Si Bisma selesai sholat dan menghampiri.
"Sudah ingat saya, Pak?"
"Tentu saja, " aku mengiyakan, yakin. "Namamu Rei. No hpmu...." aku membuka buku noteku. " Percaya gak. Hari ini  note yang kubawa ada namamu. Tadi aku barusan nulis  puisi, membuka lembaran buku dan terpacak nama dan no hpmu. Sekilas aku  ingat kamu, eh sekarang kita bertemu..."
Ia tersenyum dan duduk di depanku. Seiring  lalu, tergambar di layar...mataku.
                                                             ***
Tiga bulan yang lalu, siang  sekitar jam dua, aku ke perpustakaan umum Jepara. Mencari majalah Kartini yang memuat cerpen Guntur Alam. Tempo hari di fb ia berkabar. Tumben di rak majalah sebiji majalah Kartini tak ada. Aku ke ruang Pustakawan. "Maaf, mbak. Majalah Kartini kok gak ada. Sebuah pun..." Ia  mencari dan ternyata ada di laci di dekatnya. Aku menerima 2 majalah Kartini edisi terbaru bersampul  artis(aku lupa namnya dan satunya  Laudia Chintia Bella. Aku membukanya. Benar ada cerpen Perempuan Kedua karya Jodi asal Muara enim itu. Eh, tapi kok judulnya seperti cerpen yang tempo hari dikirim ke majalah  Alia.Entah. Bisa aja  ia membikin cerpen dengan judul sama kan? Aku menenteng majalah ke ruang baca majalah, dan mengambil tumpukan majalah  Paras, Hai, Aneka, Tempo, Hidayatullah, National Geographic, juga beberapa tabloid, dari Nova sampai Sajiku. Tak  luap menyambar Cempaka. Cerpen  Adizam-zam alias Nurhadi alias HP, dimuat di  tabloid saudaranya Suara Merdeka itu. Cerpen Malam Pertamanya. Wuih, keren, ia menuliskannya dalam bentuk puisi. Cerpen seapik ini honornya150 ribu? Wah, gak sepadan,  honor menulis emang kecil, tapi kepuasan batin, aspresiasi dari pembaca lebih besar, memuaskan batin. Hehehhe

Aku asik tenggelam dalam bacaan,lumayan  lama, ketika ekor mataku menembus ruang internet.  Aku menuju ke sana. Wah, kebetulan ada   yang keluar, remaja  belia-seumuran Bisma SMASH. Aku  menempati  kompi yang ditinggalkannya. Tapi baru saja aku  login fb, ketika ia-anak umur belasan -  muncul...
"Maaf, pak, saya belom selesai. Beli minuman."
"Wah, maaf dik."
Aku bangkit, mencari akal. Enam kepala asik ngenet. Tak ada petugas jaga. Padahal jatah ngenet cuma setengah jam. Tak ada penjaga bisa sejam lebih atau berjam-jam. Hhehe, dari pengalaman pribadi, bro.
"Maaf, siapa yang  yang sudah dari tadi, gantian, Mas!"
Dua kepala tahu diri. Aku mengisi status fb. Setengah jam, ketika rombongan gadis berseragam putih abu-abu  jilbab ayu abu-abu datang. Aku tahu diri.  "Mo internetan, dik.  Sebentar aku logout..."
Aku kembali asik membawa tumpukan majalah, dan duduk di meja dekat jendela besar. Eh, ia- Si Bisma - duduk di sana. Kami basa-basi.
"Suka baca, dik?"
"Suka juga, Mas. Tapi gak sempat karena banyak ngerjain tugas sekolah." Ia mondok pada sebuah pesantren modern di daerah Semarang
"Suka baca cerpen?"
"Suka sih, Mas?"
"Pernah baca cerpen Guntur Alam?"
"Pernah Mas. Di Suara Merdeka."
 Wah,ternyata Gundala, eh GA beken juga, ya!
"Mas wartawan?"
"Aku penulis fiksi."
"Tulisannya pernah dimuat di mana?"
"Cerita anak di Yunior, Suara Merdeka. Beberapa tulisan di Swara Muda. Cerpen di  Annida dan Suara Pembaruan. Eh, aku nulis novel. Sebentar lagi novelku terbit."
"Penerbitnya, Mas?"
"Penerbit AKOER."
"Akoer...?"
"Pernah denger.Akoer yang nerbitin  Supernovanya Dewi Lestari.  Pintu Terlarang.?"
Ia mengaggguk-angguk, entah paham atau tak. Tapi ia  penasaran   bertanya. "Mas kalo novelnya terbit aku diberitahu, ya. Oya ...no hape Mas berapa ?"
Aku  mengaku. Jujur berbuti canda. "Aku mo ganti no, bro. No hape kamu aja kucatat. Oya siapa namamu?"
                                                    ****
Si Bisma yang ternyata bernama Rei menatapku. "Mas pernah baca cerpen Dodolitdodolitdodolibret?"
"Pernah. Dodolitdodolitdodolibret karya Seno Gumira Ajidarma?"
"Aku  mendowloadnya, Mas. Baru baca 2 baris, eh gak  mudeng, gak paham. Gak dilanjutin..." 
"Mengapa?"
"Bahasanya seperti puisi, Mas. Sukar dimengerrti.'
"Sastra keindahannya pada hal itu. Kau baca, tak kau pahami, tapi kau merasa satu keindahan di hati. Kadang begitu."
"Entah, Mas."
"Karya sastra apa yang pernah kau baca, dan suka?"
"Ayat-ayat Cinta..."
Fiksi Seno Gumira Ajidarma, seperti  Penembak Misterius, Saksi Mata, Sepotong Senja untuk Pacarku, Atas nama cinta, Kematian Dony Osmond, komik Sukab Intel Melayu,  adalah sebagian yang pernah aku baca. Serial NagaBumi pernah tayang di Suara Merdeka, aku pernah baca walau tak utuh. (Aku membaca  sekitar tahun 2001-2004. (Bareng novel-novel pengarang lain, ratusan pengarang - Mira W, Sedney S,  sampai Pramudya Ananta Toer) Setelah itu aku asik menulis dan  jarang baca  novel, hanya cerpen yang dimuat di koran, tabloid, atau majalah. Karena  kupikir aku minum cukup banyak, dan masanya aku menuangkannya dalam gelas dan mangkuk karya. Jadi, jujur aku malah belum pernah baca Ayat-ayat Cinta.
"Mas aku nulis cerpen. Selama sebulan. Ikut lomba pengalaman internetan bareng Speedy"
"Bagus itu. Smoga menang."
"Menulis langsung ketika mendapat ide dengan menulis ditunda-maksudnya menulis  secara menyicil, bagusan mana, mas?'
"Tergantung. Sama-sama bagus."
"Mas aku biasanya dapet ide ketika mandi,  mas dapet ide saat sedang apa biasanya?" 
.................
..................
(bersambung, ya?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar