Minggu, 25 September 2011

Alam dan Balon warna-warni(Kartika Catur Pelita, Yunior--Suara Merdeka, 25 September 2011)

    Setiap pagi, saat aku sibuk membetulkan tali sepatu dan hendak berangkat sekolah, bocah lelaki itu lewat. Dia seumuran denganku, tapi dia tak berseragam sekolah. Dia asyik mengayuh sepeda bututnya. Balon-balon berwarna-warni ada di boncengannya.
    Semula aku tak mengenal siapa dia. Tapi ketika Bu Malida, guru bahasa Indonesiaku , memberi tugas wawancara,aku mulai mengenal siapa dia si pembawa balon warna-warni. Ada balon warna merah, kuning, hijau, pink....

                                                                  ******
    "Namaku Alam."
    "Berapa usia kamu?"
    "11 tahun."
    "Berapa saudara kamu?"
    "Aku anak sulung. Adikku tiga orang."
    "Orang tua kamu kerja apa?"
    "Bapakku petani. Tapi bapakku meninggal ketika terjadi banjir bandang 3 tahun yang lalu."
    "Ibumu...?"
    "Emak masih ada. Emak bekerja jadi tukang cuci dan setrika. Aku tinggal bersama Emak dan adik-adikku yang masih kecil."
                                                                  ******

     Ternyata Alam anak yatim. Alam kelihatan sedih ketika menceritakan nasib keluarganya. Mereka hidup dalam kemiskinan. "Kasihan, " gumamku. Aku membayangkan seandainya bernasib seperti Alam. Untung aku masih memiliki orang tua lengkap. Bapakku seoang pengusaha. Ibuku seonag guru. Kakaku sekolah di SMA. Adikku masih TK.
      Kehidupan kami berkecukupan. Bahkan di kampung ini rumah kami masih  paling megah. Da mobil, antena parabola.

                                                                 *******
       Aku tak pernah membaynagkan ada orang yang hidup sepeti Alam. Bahkan untuk tiga kali sehari juga susah.
      "Masak sih kalian cuma  makan sehari cuma dua kali, bahkan kadang makan sekali. Apa nggak lapar...?" tanyaku.
      "Iya sih lapar. Tapi bagaiamana lagi.  Emak hanya buruh. Kalau sudah mendapat upah baru bisa beli beras. Apalagi beras sekarang mahal. Kami jarang bisa beli lauk. Kami makan dengan kecap atau garam."
      "Sunguh kasihan..." Terbayang di mataku, makanan di rumahku selalu ada. Bahkan berlebihan. Kadang sampai basi  hingga harus dibuang.
      "Karena  itu aku membantu Emak jualan balon-balon ini."
      "Oya?"
      "Hasilnya lumayan. Setiap balon yang berhasil aku kujual aku dapt untung lima ratus rupiah. Uangnya aku berikan untuk bantu Emak. Sisanya aku tabung untuk sekolah lagi, mungkin tahun depan."
      "Kamu pernah sekolah, Lam?'
      "Ya, tapi kelas 5 aku keluar. Tidak mampu bayar uang sekolah. Karenya  kadang aku iri melihat anak-anak seusiaku memakai seragam  sekolah. Tapi mau bagaimana lagi, inilah  keadaanku, yang memang kekurangan."
      Aku semakin trenyuh melihat keadaan Alam.
                                                           *******
      Aku menuliskan hasil wawancaraku dengan Alam. Hari ini kau membacakannya di depan kelas.  Aku mendapat sambutan meriah. Bu Malida memberiku nilai sembilan. ku senang sekali.Aku berterima kasih pada Alam  yang telah mau menjadi sumber wawancaraku.
                                                           *******
      Setiap pagi,  ketika aku duduk di teras depan rumah, ketika aku menalikan tali seatuku, Alam selalu lewat dan melambaikan tagannya. Sepeda Alam kini tak lagi butut. Diboncengannya tak hanya ada balon warna-warni, juga bermacam-macam maianan anak-anak.
       Kedua orangtuaku yang mengetahui kesusahan Alam, turun tangan. Bahkan Ayah dan Ibu mengangkat Alam sebagai anak  asuh. Tiga bulan lagi ketika tahun ajaran baru, Alam akan mengenakan  seragam sekolah. Alam akan kembali ke bangku  pendidikan. Apakah setelah sekolah Alam masih berjualan balon warna-warni dan  mainan?
       Entahlah. Kata Ayah, " Terserah Alam. Alam bisa berjualan sepulang sekolah.  Atau kalau mau Alam bisa  tinggal di rumah,  membantu salah satu toko Ayah."
                                                                 *******
                                                                                           Kota Ukir, 11 Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar